PLURALISME
(Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Proposal Matakuliah Penulisan Karya Ilmiah)
OLEH:
BROJO HERMANTO
IAIN
SULTAN AMAI GORONTALO
FAKULTAS
USHULUDHIN DAN DAKWAH
JURUSAN
FILSAFAT AGAMA
TAHUN
AJARAN 2015/2016
PROPOSAL PENELITIAN
A.
Judul
Gagasan Pluralisme Agama
B.
Latar belakang
Semua
Agama di dunia, tanpa terkecuali menempatkan diskursus tentang Tuhan sebagai
wacana yang paling pertama dan utama.bahkan dapat disebut diskursus tentang
Tuhan menjadi salah satu ciri utama Agama, baik baik itu yang reviled
religion atau natural religion semuanya menempatkanya sebagai basis
utama dalam doktrin Agama. Penempatan Tuhan sebagai fokus pertama dan utama
tentu saja dimaknai, bahwa Agama itu bersumber dari Tuhan sebagai upaya untuk
membimbing jalan kehidupan manusia supaya tidak ‘’tersesat’’ dan dapat
menyadari bahwa eksitensi keberadaan manusia didalam kehidupan dikarenakan
Tuhan.
Istilah Agama atau dalam bahasa inggris religion,
betapapun baik definisinya, jelas merujuk pada tipe karateristik terhadap data
yang ada, seperti kepercayaan, praktek-praktek, perasaan, keadaan jiwa, sikap,
dan pengalaman lain-lain.[1]
Bangsa yang berbeda tentu saja memiliki karateristik dan pengalaman yang
berbeda pula terhadap pemahaman tentang Agama itu sendiri.
Agama dan
tantangannya yang beragam menjadi isu yang masih belum terpecahkan ditengah
arus modernisasi dan kompleksitas global pada masa kini. Lahirnya kembali
isu-isu fundamental Agama dengan berbagai tawaran yang mereka klaim sebagai
yang terbaik yang diusungnya tentunya telah menghasilkan pemikiran yang mendiskriminasikan
kelompok lainya bahkan tidak sedikit berimbas kepada tindakan radikalisme,
meskipun dilain sisi maraknya upaya-upaya untuk mengajak memahami kembali
substansi serta prinsip dasar Agama yang tentunya semua Agama membawa misi
kebaikan dan kedamaian terus terganjal pada sikap egoisme teologis dengan
perbedaan sebagai sekat-sekat dan dinding tebal yang harus dihadapi. Tentunya
selama kedua problematika tersebut belum terpecahkan tentu kita akan terus
menyimpan dokumentasi-dokumentasi
tragedi kemanusian yang mengiris dan menyat hati sebagai konsumsi pokok yang tak terlewatkan dimedia-media masa,
Islam sebagai
Agama sejatinya hadir sebagai penutup
dan penyempurna, hal ini bukan lantas menganulir serta membatalkan Agama-Agama
sebelumnya.[2]
dalam beberapa kesempatan alqur’an sendri selalu menceritakan tentang
keberadaan Agama-Agama terdahulu sebagai bahan pelajaran, bukan hanya sebatas
pelajaran saja akan tetapi lebih jauh bahwa keimanan akan kepercayaan pada masa
lalu merupakan bagian dari konsep keimanan yang tak bisa dilepaskan dari
seorang muslim.
Sama halnya dengan persatuan, perbedaan adalah
keniscayaan. Islam sangat menoleransi perbedaan terhadap Agama Agama lain.
Penghargaan islam lahir dari keyakinan bahwa perbedaan adalah bukan penghalang
bagi terciptanya persatuan.. Perbedaan tidaklah identikk dengan perselisihan.
Perbedaan baru menjadi persoalan serius jika disertai dengan fanatisme buta.
Fanatisme semacam inilah yang kerap memicu terjadinya perpecahan.
Dalam konteks
sikap Islam terhadap Agama lain dan kepercayaan lain, islam melalui Al Qur’an
juga secara tegas mengajarkan pemahaman tentang kebenaran Agama lain. Al
Quran sejatinya diturunkan untuk membawa
kebenaran dan mengakui kebenaran terhadap eksitensi ajaran-ajaran terdahulu baik
yang termaktub dalam kitab-kitab maupun secara lisan oleh nabi-nabi yang telah
ada sebelumnya, oleh karnanya klaim-klaim atas upaya tersebut merupakan sebuah langkah yang dapat dijadikan sebagai motivasi dalam bergama
menuju kearah yang lebih baik. Sebab hal terpenting dalam Agama islam adalah
setiap manusia diharapkan partisipasinya agar
belomba dalam kebaikan.[3]
Dalam konteks
pendidikan Islam upaya-upaya untuk melestarikan keberAgaman akan kebenaran
Agama-Agama terdahulu tentu tak dapat dipisahkan dari islam itu sendiri sebab
islam sendiri merupakan representasi dari ajaran-ajaran terdahulu. Hal ini
tentu saja bukan hanya mengajak kembali kita bernostalgia ataupun kebuTuhan
akan sejarah masa-masa yang telah terlewati, akan tetapi lebih jauh betapapun bentuknya
Agama saat ini sungguh telah melawati fase yang panjang sehingga menghasilkan
kebarAgaman yang niscaya, meskipun secara sudut pandang teologis secara kasat
berbeda.
Dalam jenjang
pendidikan islam sendiri khususnya diindonesia studi tentang Agama-Agama hanya
lebih khusus diajarkan kepada mahasiswa ushuluddin lebih-lebih sebagai
konsetrasi terhadap jurusan perbandingan Agamat. Hal ini dikhususkan agar
mahasiswa mampu memahami Agama-Agama dengan standar metodologi yang digunakan
oleh Agama-Agama tersebut sebab tujuan ilmu perbandingan bukan untuk
membenarkan atau menyalahkan ataupun sekedar membanding-bandingkan Agama,
tetapi bagaimana mengetahui kebenaran suatu Agama melaui realitas empiris atau
lebih tepatnya kebenaran ilmiah agami[4]
.
Problematika keAgamaan
dewasa ini terrnyata tidak hanya menjadi konsumsi akademis mahasiswa, pemikir,
maupun aktivis lintas Agama akan tetapi telah menarik minat sejumlah pendidikan
jenjang menengah. Dalam Hal ini peneliti menemukan salah satu sekolah menengah
yakni madrasah aliyah salafiyah syafi’iyah yang dikelolah oleh yayasan pondok
pesantren salafiyah syafiiyah yang mengajarkan sejarah Agama sebagai
bahan ajar selama empat semester.
Paradigma
perbandingan Agama yang diajarkan pada madrasah aliyah syafi’iyah sejatinya
merupakan inisiatif KH Abdul Ghafir
nawawi yang sekaligus pengajar mata
pelajaran tersebut. Inisiatif konstruktif ini sangatlah tepat jika melihat
adanya pluralitas keberAgamaan yang ada disekitar pondok pesantren itu sendiri
seperti Kristen, hindu, dan islam[5].
Keresahan akan
tuntutan kebersamaan dalam keberAgaman ini tentu mengilhami adanya diskursus
tentang cara pandang terhadap Agama lain sebab pada babak sejarah sendiri
Agama-Agama tentu saja mempunyai keterkaitan . hal ini yang menjadi bahan ajar
utama pada sejarah Agama madrasah aliyah syafi’iyah tersebut, ketika
menjelaskan Agama pada tahap sejarah meskipun secara doktrin teologis tidak
dapat diingkari terdapat perbedaan-perbedaan namun, perbedaan tersebut bukanlah
menjadi hal yang mendasar ketika Agama dipertemukan pada sudut sejarah yang
tentu islam sendiri mengakui dan memberikan penghargaan sebesar-besarnya
terhadap para pembawa ajaran-ajaran Agama terdahulu.
C. Rumusan
masalah
Beberapa
uraian tentang pentingnya pemahaman kesatuan Agama-Agama yang ditilik dari
jejak sejarah sebagai upaya mengenalkan akan pentingnya kesadaran akan
kebenaran Agama-Agama pada obyek empiris tersebut setidaknya penulis mencoba
merangkum beberapa rumusan masalah yang menjadi stimulus awal dalam mengkaji
wacana pemikiran KH Abdul Ghafir Nawawi yang beiau tuangkan dalam ‘’sejarah
Agama’’ yakni:
1.
Bagaimana landasan historis sejarah
perbandingan Agama menjadi bahan ajar madrasah Aliyah Salafiyah Syafiiyah?
2.
bagaimana gagasan plularismea
Agama-Agama menurut KH Abdul Ghofir Nawawi
dalam materi sejarah Agama?
3.
Bagaimana respon dan pengaruh sejarah
Agama bagi peserta didik,baik siswa maupun alumni?
D. Tujuan
dan manfaat penelitian
Dari rumusan masalah diatas, beberapa tujuan dan
kegunaan penelitian yang diinginkan agar diupayakan tercapai dalam penelitian
ini yakni:
1. Tujuan
a.
Untuk mengetahui diskursus tentang
Agama-Agama oleh KH Abdul Ghafir Nawawi dalam materi “sejarah Agama”
Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah desa banuroja kecamatan randangan
kabupaten pohuwato.
b.
Untuk mengetahui landasan asal usul
Agama serta titik temu Agama-Agama dalam materi sejarah Agama madrasah aliyah syafi’iyah desa banuroja
kecamatan randagan kabupaten pohuwato.
2. Manfaat
penelitian
Adapun manfaat dari upaya
penelitian ini adalah:
a.
Sebagai sumbangan pemikiran terhadap
respon keagamaan dewasa ini atas klaim-klaim esklusif Agama dalam dunia
pendidikan, khususnya pada materi pendidikan sejarah Agama Madrasah
Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Desa Banuroja Kecamatan Randangan Kabupaten
Pohuwato.
b.
Hasil peneitian ini diharapkan menjadi
stimulus awal bagi masyarakat serta
akademisi dalam menyikapi perbedaan dalam berAgama sebagai upaya membangun
harmonisasi Agama-Agama melalui peran dunia pendidikan.
c.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
aset penting bagi masyarakat khususnya mereka yang tertarik dalam studi
Agama-Agama.
E. Pengertian
judul dan definisi operasional
1. Gagasan
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di
pikiran..[6]
Artinya sama dengan cita-cita. Gagasan dalam kajian filsafat yunani
maupun filsafat islam menyangkut suatu gambaran imajinal utuh yang melintas
cepat. Misalnya: gagasan tentang sendok, muncul dalam bentuk sendok yang
utuh di pikiran. Selama gagasan belum dituangkan menjadi suatu konsep dengan
tulisan maupun gambar yang nyata, maka gagasan masih berada di dalam pikiran
Gagasan
menyebabkan timbulnya konsep yang merupakan dasar bagi segala macam
pengetahuan, baik sains maupun filsafat. Sekarang banyak orang percaya bahwa
gagasan adalah suatu kekayaan intelektual seperti hak cipta atau paten.[7]
2. Pluralisme
Agama
Pluralisme Agama
ialah trend yang secara epistemologis berasal dari dua kata yakni’’pluralisme’’
dan ‘’Agama’’. Pluralisme sendiri berangkat dari kata plural yang berarti
banyak atau berbilang serta isme yang berarti paham dengan berdasarkan
pemahaman kata tersebut pluraisme melahirkan istilah yang terilhami dari perbedaan serta termanifestasi dalam sikap saling
menghormati, menghargai, serta keadaan yang bersifat plural, jamak, atau banyak
tersebut.[8]
Sedangkan Agama
secara definisi masih merupakan problematika yang belum menemukan kata sepakat.
Para ahli sejarah cenderung mendefinisikan Agama sebagai institusi historis,
disatu sisi para ahli sosiologi dan antropologi cenderung melihat Agama dalam
fungsi-fungsi sosialnya, sedangkan para pakar teologi, fenomenologi, juga
sejarah Agama meninjau pada substansi Agama sebagai asasi yakni suatu yang
sakral. Dari ketiga pengamatan pendekatan tersebut baik Agama sebagai
institusi, fungsi, maupun substansi maka dapat disimpulkan bahwa kenyataan
Agama dalam bentuknya yang plural
merupakan keniscayaan dalam memberikan ruang pada pemahaman pluralisme
Agama sebagai sebuah kenyataan yang terdefinisikan secara obyektif dilapangan.[9]
Oleh sebabnya
jika ‘’pluralisme’’ dirangkai dengan kata “Agama” dibelakangnya sebagai fungsi
predikat, maka kesimpulan yang dapat dipahami ialah, bahwa pluralism Agama
adalah kondisi hidup bersama antar Agama yang berbeda-beda dalam suatu komponen
komunitas dengan senantiasa mempertahankan cirri-ciri spesifik atau doktrin
masing-masing dalam ajaran Agama.[10]
F. Telaah
pustaka
Sepengetahuan
penulis studi tentang tokoh yang secara khusus mengangkat tokoh KH. Abdul
ghafir nawawi telah ada namun dalam tema yang berbeda yakni ’’niali-nilai
politik dalam pandangan Agama islam menurut KH. Abdul ghafir nawawi (pimpinan
wilayah nahdlatul ulama)“ oleh ali rohadi
mahasiswa jurusan politik islam IAIN sultan amai gorontalo 2011.
Meskipun gagasan
pluralisme Agama bukanlah menjadi barang baru dalam dunia pemikiran. Namun
tetap saja pluralisme menjadi hal menarik untuk dikaji. Dalam hal ini batasan pluralisme lebih khusus
melihat pada konsep gagasan tokoh KH. Abdul ghafir nawawi sebagai tokoh islam
dalam masyarakat sebab beberapa bahasan
pluralisme seperti skripsi Usep Firdaus jurusan filsafat Agama UIN Yogyakarta
2006 yang berjudul ‘’pluralisme Agama menurut sayyid hosain nasr’’ dalam
bahasan pluralisme lebih menitikberatkan pada konsep filsafat barat yang mana
secara ketokohan sayyid hossain nasr merupakan pemikir islam yang berangkat
dari konsentrasi filsafat sebagai latar belakang keilmuaanya.
Skripsi
mu’ariful mi’roj 2005 ‘’islam pluralisme Agama (perspektif nurcholis
madjid)’’ secara umum penelitian dalam skripsi tersebut berangkat dari
fenomena-fenomena keAgamaan dalam pengalaman intelektual nurcholis madjid. maka
secara epistemologis pluralisme, skripsi tersebut sangat menyentuh bagi
kalangan akademisi namun masih belum mendapat tempat bagi khalayak awam.
Salim tomayahu
2010 mahasiswa filsafat agama Iain sutan amai gorontalo dalam skripsi ‘’Pluralitas
Agama Dalam Perspektif Filsafat Parenial (Studi Kasus Hubungan Antar Umat
Beragama Pada Masyarakat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo).[11]
Secara singkat memberikan gambaran tentang pluraitas sebagai suatu
Dari
beberapa tinjauan terdahulu mengenai pluralisme, peneliti mencoba memberikan
fokus pluralisme pada penekannya dalam doktrin keAgamaan oleh KH. Abdul ghafir
nawawi yang mana lebih khusus gagasan
tersebut akan didekati melalui materi sejarah Agama sebagai bahan ajar
madrasah aliyah salafiyah syafiiyah tempat dimana beliau mengajar.
G. Kerangka
teori
1.
Pluralisme agama dalam sejarah
teori kesatuan
Agama-Agama telah ada sejak zaman klasik.[12]sejarah
islam mencatat ketika ibnu arabi seorang sufi yang klasik andalusia dengan
latar belakang kondisi social masyarakat Agama (yahudi,Kristen,dan islam) yang
cenderung tidak kondusif mencoba memperkuat kembali hubungan itu dengan membuka
wacana dialog-dialog Agama melalui wahdatul adyan (kesatuan Agama-Agama)
ramalan-ramalan ibnu arabi ini tercatat dalam sejarah ketika islam uuakhirnya
harus terusir dari tanah Andalusia oleh bangsa spanyol yang secara Agama
memeluk kristen.[13]
Meskipun usaha
Al Arabi tampaknya bertentangan dengan ide modernisme Ahmad Khan yang mendukung
bangsa Kristen inggris sebagai ahli
kitab dengan usaha meyakinkan bahwa keselamatan kaum muslim bergantung pada
kerjasama serta bersahabat dengan inggris yang secara sejarah bukan saja
sebagai pendahulu Islam yang diakui sebagai sebuah Agama oleh Al Qur’an tetapi
juga sebagai super power yang diakui oleh dunia yang mana padanyalah islam
dapat belajar lebih banyak untuk membawa islam kearah yang lebih maju.[14]
Kebutuhan akan
pentingnya dialog-dialog Agama menjadi tuntutan dewasa ini[15].
Dialog-dialog Agama telah mengambil tempatnya ditengah-tengah problematika
keAgamaan dengan wacana pluralisme, namun masalah besar dari paham pluralisme
telah menyulut perdebatan abadi sepanjang masa menyangkut masalah keselamatan.[16]oleh
sebabnya Nurcholis Madjid mencoba mencoba memberikan pemahaman bahwa inti dari
pluralisme ialah adanya pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan
keadaban. Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat
manusia, ialah dengan mekanisme pengawasan dan pengimbanggan yang dihasilkan.[17]
Disisi lain
persepktif parenialisme dalam filsafat parennial[18]
juga tak ketinggalan mengambil peran dalam memberikan pemahaman tentang
Agama-Agama lain. Parenialisme yang semula sebagai alat untuk melihat keunikan,
perbedaan, dan kesamaan dalam semua Agama telah memberikan ruang pada
perbincangan wujud Tuhan yang absolut, serta memberikan penjelasan terkait
fenomena pluralisme Agama secara kritis dan kontemplatif[19]
2.
Pluralisme agama dalam pandangan
islam
3.
Pluralisme agama diindonesia
H. Metode
penelitian
1.
Jenis
Penelitian
ini termasuk jenis
penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu data dan bahan kajian yang
termasuk digunakan berasal dari sumber kepustakaan baik berupa buku,makalah,
jurnal serta beberapa sumber data tulisan dari sumber lain seperti internet.
Bentuk penelitian ini adalah deskritif-analitis. Sehingga penulis dapat
menggambarkan secara konprehensif
pemikiran gagasan pemikiran KH. Abdul ghafir nawawi mengenai pluralisme
Agama menurut tema-tema Agama dalam bahan ajar materi sejarah Agama madrasah
aliyah salafiyah syafi’iyah. Serta kemudian melakuan analisa substantif
pemikiran KH. Abdul ghofir nawawi dengan membandingkan serta mencari landasan
epistemologis terkait gagasan puralisme Agama.
2. Sumber data
Dalam penelitian ini menggunakan berbagai data baik data
dalam bentuk primer maupun sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini secara
maksimal. sumber data primer adalah tulisan KH. Abdul ghafir nawawi dalam materi bahan ajar sejarah
Agama pada madrasah aliyah saafiyah syafi’iyah. Sedangkan beberapa
materi-materi yang berkaitan dengan tema-tema pluralisme Agama serta mengingat
secara ketokohan beliau KH. Abdul Ghafir Nawawi masih bisa dijumpai saat ini
oleh sebabnya penulis tidak menafikan wawancara untuk memperoleh data secara
obyektif jika saat penelitian dirasa penting, namun kesemuanya pada khususnya
diposisikan sebagai data sekunder.
3. Pendekatan penelitian
Pendekatan dalam metodologi penelitian ini ialah dengan
menggunakan filsafat dengan landasan teologis dengan penekanannya terhadap filsafat
parenial sebagai landasan epistemologis plurallisme Agama, yakni yang mana
filsafat parenial secara kritis membahas makna, substansi dan sumber kebenaran,
serta bagaimana kebenarn itu berproses
mengalir melalui Tuhan yang tampil dalam kesadaran akal budi manusia melalui
Agama-Agama.
I. Sistematika
pembahasan
Dalam penelitian
ini Bab I menguraikan dan menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah,
manfaat dan kegunaan penelitian, pengertian judul dan definisi operasional,
telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika
pembahasan.
Bab-bab yang ada
dalam uraian ini,pada intinya menjawab pertanyaan metodologis: apa, mengapa,
serta bagaimana penelitian ini dilakukan. Selanjutnya pada bab II mengupas
latar belakang tokoh KH abdul ghafir nawawi melalui biografi baik dalam
kehidupan, lingkungan, maupun pendidikan. Secara khusus langkah tersebut untuk
keperluan memotret secara obyektif kehidupan tokoh KH. Abdul ghafir nawawi Hal ini dimaksudkan sebagai latar belakang
bagaiman konsep pemikiran KH. Abdul ghafir nawawi tecipta
Bab II boiografi
tokoh. Setelah diketahui kondisi obyektif tokoh, yang nantinya sangat relevan
untuk mengkaji pemikirannya, serta menghasilkan penyajian pemikiran tentang
pluralisme Agama secara obyektif. Sebab secara umum pemikiran tercipta karena
kecenderungan-kecenderungan realitas social dimana tokoh itu berada. Juga
setelah bab II memetakan biografi keilmuan melalui gagasan yang tertuang dalam
materi sejarah Agama pada khususnya kemudian dilanjutkan pada Bab III.
Bab III
pokok-pokok pikiran KH. Abdul ghafir nawawi. Dalam bab ini disajikan beberapa
pokok gagasan umum KH. Abdul ghafir nawawi mengenai agama-agama dalam bahan
ajar sejarah perbandingan agama.
Bab IV gagasan
pluralism Agama KH. Abdul ghafir nawawi. Bahasan ini dikategorikan dalam
beberapa bagian terkait tema-tema Agama yang menjadi isu serta tertuang dalam
materi sejarah Agama serta analisis tentang gagasan pluralisme Agama yang
termuat dalam materi bahan ajar sejarah Agama madrasah aliyah salafiyah syafi’iyah.
Bab V penutup
a.
kesimpulan
b.
saran dari penelitian yang sudah
dipaparkan dibeberapa Bab sebelumnya sehingga untuk keperluan penelitian
selanjutnya.
J.
Daftar
Pustaka
Adeng
Muchtar Ghazali, M.Ag’’Ilmu Perbandingan Agama, Pengenalan Awal Metodologi
Studi Agama-Agama Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS’’ (Bandung: CV.Pustaka
Setia,2000).
Khalil Abdul Karim ‘’SYARIAH
sejarah perkelahian pemaknaan’’ (YOGYAKARTA: LKiS,cet I 2003).
M.Syafi’I Anwar ‘’mengkaji
islam dan kebarAgaman dengan kearifan’’ Al wasathiyyah,vol.01.no.2006.
KH abdul ghofir nawawi’’SEJARAH
AGAMA untuk Madrasah Aliyah kelas I’’ hal. IV
Tim prima pena Kamus
besar bahasa Indonesia (kbbi) (Jakarta: gramedia press, TT) hal. 267
https://googleweblight.com/?lite_url=https://kutukamus.wordpress.com/&lc=id-ID&geid=7&s=1&m=480&ts=1444650920&sig=APONPFkrXa6mh40CU_x8rz3ylNtfTkTw_A
diakses tanggal 12 oktober 2015 pukul 18:28
Arfan nusi mengaji pluralisme
Agama kepada nurcholis madjid (Yogyakarta: Atap Buku,2015 ).
Anis malik toha trend
pluralisme Agama: tinjauan kritis (Depok: perspektif, 2005).Salim tomayahu
‘’pluralitas agama dalam perspektif filsafat parenial (studi kasus hubungan
antar umat beragama pada masyarakat kecamatan mananggu kabupaten boalemo)’’
skripsi tahun 2010 gorontalo: iain sultan amai gorontalo
Ibnu arabi seorang
filsuf yang menulis teori wahdatul adyan (kesatuan agma-Agama), yaag diangkat
dari konsep wahdatul wujud(kesatuan eksitensi). yudian wahyudi ushul fiqih
versus hermeneutika membaca islam
dari kanada (Jogjakarta: nawaseace,cet 3.2006)hal. 58
Ahamad khan(1813-1897)
seorang pemikir india dengan teori ahlul kitab yang mana konsep tersebut secara
umum ditujukan kepada penjajah inggris untuk mengabsahkan kekuasaannya diindia. Ibid hal.59.
Indonesian Confrensce
On Religion And Peace (Icrp) ‘’Perjalanan Menjumpai Tuhan’’ rampai refleksi
Agama (Jakarta: PT gramedia pustaka utama, 2015).
Budhy munawar ranchman islam
pluralis: wacana kesetaraan kaum beriman (Jakarta: paramadina, 2001).
Alwi shihab islam
inklusif menuju sikap terbuka (Bandung: Mizan,1999).
Istilah parenial diduga
untuk pertama kali digunakan didunia barat oleh seorang bernama augustinus
steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya de parenni philoshopia, yang
diterbitkan pada tahun 1540. Untuk kemudian dipopulerkan oleh Leibnitz dalam
sepucuk suratnya yang ditulis pada tahun 1715. Lihat Nor Hasan dalam islam
dan filsafat perennial telaah atas pemikiran fritjof schoun karsa, vol. x
no 2. Oktober 2006.
Komaruddin hidayat dan
Wahyuni nafis Agama masa depan: perspektif filsafat parenial (Jakarta:
paramadina,1995).
[1] Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag’’Ilmu Perbandingan
Agama, Pengenalan Awal Metodologi Studi Agama-Agama Untuk IAIN, STAIN, Dan
PTAIS’’ (Bandung: CV.Pustaka Setia,2000) Hal.55
[2] Khalil Abdul Karim ‘’SYARIAH sejarah perkelahian
pemaknaan’’ (YOGYAKARTA: LKiS,cet I 2003) hal.10
[3] M.Syafi’I Anwar ‘’mengkaji islam dan kebarAgaman
dengan kearifan’’ Al wasathiyyah,vol.01.no.2006.hal.10
[4] Lihat Drs. Adeng Muchtar Ghazali,hal.27
[6] Tim prima pena Kamus
besar bahasa Indonesia (kbbi) (Jakarta: gramedia press, TT) hal. 267
[7] https://googleweblight.com/?lite_url=https://kutukamus.wordpress.com/&lc=id-ID&geid=7&s=1&m=480&ts=1444650920&sig=APONPFkrXa6mh40CU_x8rz3ylNtfTkTw_A diakses tanggal 12 oktober 2015
pukul 18:28
[8] Arfan nusi mengaji pluralisme Agama kepada nurcholis
madjid (Yogyakarta: Atap Buku,2015 ) hal.43
[9] Ibid hal. 47
[10] Anis malik toha trend pluralisme Agama: tinjauan
kritis (Depok: perspektif, 2005) hal. 14
[11] Salim tomayahu ‘’pluralitas agama dalam perspektif
filsafat parenial (studi kasus hubungan antar umat beragama pada masyarakat
kecamatan mananggu kabupaten boalemo)’’ skripsi tahun 2010
gorontalo: iain sultan amai gorontalo
[12] Ibnu arabi seorang filsuf yang menulis teori wahdatul
adyan (kesatuan agma-Agama), yaag diangkat dari konsep wahdatul wujud(kesatuan
eksitensi). yudian wahyudi ushul fiqih versus hermeneutika membaca islam dari kanada (Jogjakarta:
nawaseace,cet 3.2006)hal. 58
Ahamad khan(1813-1897) seorang pemikir india dengan teori
ahlul kitab yang mana konsep tersebut secara umum ditujukan kepada penjajah
inggris untuk mengabsahkan kekuasaannya
diindia. Ibid hal.59.
[13] Ibid hal.59
[14] Nurisman DINIKA, vol.12 november 2014 hal.29
[15] .Indonesian Confrensce On Religion And Peace (Icrp) ‘’Perjalanan
Menjumpai Tuhan’’ rampai refleksi Agama (Jakarta: PT gramedia pustaka
utama, 2015) hal. xxiii
[16] Budhy munawar ranchman islam pluralis: wacana
kesetaraan kaum beriman (Jakarta: paramadina, 2001) hal. 90
[17] Alwi shihab islam inklusif menuju sikap terbuka
(Bandung: Mizan,1999) hal.39
[18] Istilah parenial diduga untuk pertama kali digunakan
didunia barat oleh seorang bernama augustinus steuchus (1497-1548) sebagai
judul karyanya de parenni philoshopia, yang diterbitkan pada tahun 1540.
Untuk kemudian dipopulerkan oleh Leibnitz dalam sepucuk suratnya yang ditulis
pada tahun 1715. Lihat Nor Hasan dalam islam dan filsafat perennial telaah
atas pemikiran fritjof schoun karsa, vol. x no 2. Oktober 2006.hal. 944
[19] Komaruddin hidayat dan Wahyuni
nafis Agama masa depan: perspektif filsafat parenial (Jakarta:
paramadina,1995) hal.2
No comments:
Post a Comment