MAKALAHKU: pluralisme

SELAMAT DATANG DAN SEMOGA BERMANFAAT

Friday, January 29, 2016

pluralisme

PLURALISME
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Proposal Matakuliah Penulisan Karya Ilmiah)

OLEH:
BROJO HERMANTO



index.jpg



IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
FAKULTAS USHULUDHIN DAN DAKWAH
JURUSAN FILSAFAT AGAMA
TAHUN AJARAN 2015/2016




PROPOSAL PENELITIAN
A.           Judul
Gagasan Pluralisme Agama

B.            Latar belakang
Semua Agama di dunia, tanpa terkecuali menempatkan diskursus tentang Tuhan sebagai wacana yang paling pertama dan utama.bahkan dapat disebut diskursus tentang Tuhan menjadi salah satu ciri utama Agama, baik baik itu yang reviled religion atau natural religion semuanya menempatkanya sebagai basis utama dalam doktrin Agama. Penempatan Tuhan sebagai fokus pertama dan utama tentu saja dimaknai, bahwa Agama itu bersumber dari Tuhan sebagai upaya untuk membimbing jalan kehidupan manusia supaya tidak ‘’tersesat’’ dan dapat menyadari bahwa eksitensi keberadaan manusia didalam kehidupan dikarenakan Tuhan.
 Istilah Agama atau dalam bahasa inggris religion, betapapun baik definisinya, jelas merujuk pada tipe karateristik terhadap data yang ada, seperti kepercayaan, praktek-praktek, perasaan, keadaan jiwa, sikap, dan pengalaman lain-lain.[1] Bangsa yang berbeda tentu saja memiliki karateristik dan pengalaman yang berbeda pula terhadap pemahaman tentang Agama itu sendiri.
Agama dan tantangannya yang beragam menjadi isu yang masih belum terpecahkan ditengah arus modernisasi dan kompleksitas global pada masa kini. Lahirnya kembali isu-isu fundamental Agama dengan berbagai tawaran yang mereka klaim sebagai yang terbaik yang diusungnya tentunya telah menghasilkan pemikiran yang mendiskriminasikan kelompok lainya bahkan tidak sedikit berimbas kepada tindakan radikalisme, meskipun dilain sisi maraknya upaya-upaya untuk mengajak memahami kembali substansi serta prinsip dasar Agama yang tentunya semua Agama membawa misi kebaikan dan kedamaian terus terganjal pada sikap egoisme teologis dengan perbedaan sebagai sekat-sekat dan dinding tebal yang harus dihadapi. Tentunya selama kedua problematika tersebut belum terpecahkan tentu kita akan terus menyimpan  dokumentasi-dokumentasi tragedi kemanusian yang mengiris dan menyat hati sebagai konsumsi pokok  yang tak terlewatkan dimedia-media masa,
Islam sebagai Agama sejatinya hadir  sebagai penutup dan penyempurna, hal ini bukan lantas menganulir serta membatalkan Agama-Agama sebelumnya.[2] dalam beberapa kesempatan alqur’an sendri selalu menceritakan tentang keberadaan Agama-Agama terdahulu sebagai bahan pelajaran, bukan hanya sebatas pelajaran saja akan tetapi lebih jauh bahwa keimanan akan kepercayaan pada masa lalu merupakan bagian dari konsep keimanan yang tak bisa dilepaskan dari seorang muslim.
Sama halnya  dengan persatuan, perbedaan adalah keniscayaan. Islam sangat menoleransi perbedaan terhadap Agama Agama lain. Penghargaan islam lahir dari keyakinan bahwa perbedaan adalah bukan penghalang bagi terciptanya persatuan.. Perbedaan tidaklah identikk dengan perselisihan. Perbedaan baru menjadi persoalan serius jika disertai dengan fanatisme buta. Fanatisme semacam inilah yang kerap memicu terjadinya perpecahan.
Dalam konteks sikap Islam terhadap Agama lain dan kepercayaan lain, islam melalui Al Qur’an juga secara tegas mengajarkan pemahaman tentang kebenaran Agama lain. Al Quran  sejatinya diturunkan untuk membawa kebenaran dan mengakui kebenaran terhadap eksitensi ajaran-ajaran terdahulu baik yang termaktub dalam kitab-kitab maupun secara lisan oleh nabi-nabi yang telah ada sebelumnya, oleh karnanya klaim-klaim atas upaya tersebut  merupakan sebuah langkah yang dapat  dijadikan sebagai motivasi dalam bergama menuju kearah yang lebih baik. Sebab hal terpenting dalam Agama islam adalah setiap manusia diharapkan partisipasinya agar  belomba dalam kebaikan.[3]
Dalam konteks pendidikan Islam upaya-upaya untuk melestarikan keberAgaman akan kebenaran Agama-Agama terdahulu tentu tak dapat dipisahkan dari islam itu sendiri sebab islam sendiri merupakan representasi dari ajaran-ajaran terdahulu. Hal ini tentu saja bukan hanya mengajak kembali kita bernostalgia ataupun kebuTuhan akan sejarah masa-masa yang telah terlewati, akan tetapi lebih jauh betapapun bentuknya Agama saat ini sungguh telah melawati fase yang panjang sehingga menghasilkan kebarAgaman yang niscaya, meskipun secara sudut pandang teologis secara kasat berbeda.
Dalam jenjang pendidikan islam sendiri khususnya diindonesia studi tentang Agama-Agama hanya lebih khusus diajarkan kepada mahasiswa ushuluddin lebih-lebih sebagai konsetrasi terhadap jurusan perbandingan Agamat. Hal ini dikhususkan agar mahasiswa mampu memahami Agama-Agama dengan standar metodologi yang digunakan oleh Agama-Agama tersebut sebab tujuan ilmu perbandingan bukan untuk membenarkan atau menyalahkan ataupun sekedar membanding-bandingkan Agama, tetapi bagaimana mengetahui kebenaran suatu Agama melaui realitas empiris atau lebih tepatnya kebenaran ilmiah agami[4] .
Problematika keAgamaan dewasa ini terrnyata tidak hanya menjadi konsumsi akademis mahasiswa, pemikir, maupun aktivis lintas Agama akan tetapi telah menarik minat sejumlah pendidikan jenjang menengah. Dalam Hal ini peneliti menemukan salah satu sekolah menengah yakni madrasah aliyah salafiyah syafi’iyah yang dikelolah oleh yayasan pondok pesantren salafiyah syafiiyah yang mengajarkan sejarah Agama sebagai bahan ajar selama empat semester.
Paradigma perbandingan Agama yang diajarkan pada madrasah aliyah syafi’iyah sejatinya merupakan inisiatif  KH Abdul Ghafir nawawi yang  sekaligus pengajar mata pelajaran tersebut. Inisiatif konstruktif ini sangatlah tepat jika melihat adanya pluralitas keberAgamaan yang ada disekitar pondok pesantren itu sendiri seperti Kristen, hindu, dan islam[5].
Keresahan akan tuntutan kebersamaan dalam keberAgaman ini tentu mengilhami adanya diskursus tentang cara pandang terhadap Agama lain sebab pada babak sejarah sendiri Agama-Agama tentu saja mempunyai keterkaitan . hal ini yang menjadi bahan ajar utama pada sejarah Agama madrasah aliyah syafi’iyah tersebut, ketika menjelaskan Agama pada tahap sejarah meskipun secara doktrin teologis tidak dapat diingkari terdapat perbedaan-perbedaan namun, perbedaan tersebut bukanlah menjadi hal yang mendasar ketika Agama dipertemukan pada sudut sejarah yang tentu islam sendiri mengakui dan memberikan penghargaan sebesar-besarnya terhadap para pembawa ajaran-ajaran Agama terdahulu.

C.  Rumusan masalah
Beberapa uraian tentang pentingnya pemahaman kesatuan Agama-Agama yang ditilik dari jejak sejarah sebagai upaya mengenalkan akan pentingnya kesadaran akan kebenaran Agama-Agama pada obyek empiris tersebut setidaknya penulis mencoba merangkum beberapa rumusan masalah yang menjadi stimulus awal dalam mengkaji wacana pemikiran KH Abdul Ghafir Nawawi yang beiau tuangkan dalam ‘’sejarah Agama’’ yakni:
1.    Bagaimana landasan historis sejarah perbandingan Agama menjadi bahan ajar madrasah Aliyah Salafiyah Syafiiyah?
2.    bagaimana gagasan plularismea Agama-Agama menurut KH Abdul Ghofir Nawawi  dalam materi sejarah Agama?
3.    Bagaimana respon dan pengaruh sejarah Agama bagi peserta didik,baik siswa maupun alumni?

D.  Tujuan dan manfaat penelitian
Dari  rumusan masalah diatas, beberapa tujuan dan kegunaan penelitian yang diinginkan agar diupayakan tercapai dalam penelitian ini yakni:
1.    Tujuan
a.    Untuk mengetahui diskursus tentang Agama-Agama oleh KH Abdul Ghafir Nawawi dalam materi “sejarah Agama” Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah desa banuroja kecamatan randangan kabupaten pohuwato.
b.    Untuk mengetahui landasan asal usul Agama serta titik temu Agama-Agama dalam materi sejarah Agama  madrasah aliyah syafi’iyah desa banuroja kecamatan randagan kabupaten pohuwato.
2.    Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari upaya penelitian ini adalah:
a.    Sebagai sumbangan pemikiran terhadap respon keagamaan dewasa ini atas klaim-klaim esklusif Agama dalam dunia pendidikan, khususnya pada materi pendidikan sejarah Agama Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Desa Banuroja Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato.
b.    Hasil peneitian ini diharapkan menjadi stimulus awal bagi  masyarakat serta akademisi dalam menyikapi perbedaan dalam berAgama sebagai upaya membangun harmonisasi Agama-Agama melalui peran dunia pendidikan.
c.    Penelitian ini diharapkan dapat menjadi aset penting bagi masyarakat khususnya mereka yang tertarik dalam studi Agama-Agama.

E.  Pengertian judul dan definisi operasional
1.    Gagasan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran..[6] Artinya sama dengan cita-cita. Gagasan dalam kajian filsafat yunani maupun filsafat islam menyangkut suatu gambaran imajinal utuh yang melintas cepat. Misalnya: gagasan tentang sendok, muncul dalam bentuk sendok yang utuh di pikiran. Selama gagasan belum dituangkan menjadi suatu konsep dengan tulisan maupun gambar yang nyata, maka gagasan masih berada di dalam pikiran
Gagasan menyebabkan timbulnya konsep yang merupakan dasar bagi segala macam pengetahuan, baik sains maupun filsafat. Sekarang banyak orang percaya bahwa gagasan adalah suatu kekayaan intelektual seperti hak cipta atau paten.[7]
2.    Pluralisme Agama
Pluralisme Agama ialah trend yang secara epistemologis berasal dari dua kata yakni’’pluralisme’’ dan ‘’Agama’’. Pluralisme sendiri berangkat dari kata plural yang berarti banyak atau berbilang serta isme yang berarti paham dengan berdasarkan pemahaman kata tersebut pluraisme melahirkan istilah yang terilhami  dari perbedaan  serta termanifestasi dalam sikap saling menghormati, menghargai, serta keadaan yang bersifat plural, jamak, atau banyak tersebut.[8]
Sedangkan Agama secara definisi masih merupakan problematika yang belum menemukan kata sepakat. Para ahli sejarah cenderung mendefinisikan Agama sebagai institusi historis, disatu sisi para ahli sosiologi dan antropologi cenderung melihat Agama dalam fungsi-fungsi sosialnya, sedangkan para pakar teologi, fenomenologi, juga sejarah Agama meninjau pada substansi Agama sebagai asasi yakni suatu yang sakral. Dari ketiga pengamatan pendekatan tersebut baik Agama sebagai institusi, fungsi, maupun substansi maka dapat disimpulkan bahwa kenyataan Agama dalam bentuknya yang plural  merupakan keniscayaan dalam memberikan ruang pada pemahaman pluralisme Agama sebagai sebuah kenyataan yang terdefinisikan secara obyektif dilapangan.[9]
Oleh sebabnya jika ‘’pluralisme’’ dirangkai dengan kata “Agama” dibelakangnya sebagai fungsi predikat, maka kesimpulan yang dapat dipahami ialah, bahwa pluralism Agama adalah kondisi hidup bersama antar Agama yang berbeda-beda dalam suatu komponen komunitas dengan senantiasa mempertahankan cirri-ciri spesifik atau doktrin masing-masing dalam ajaran Agama.[10]

F.   Telaah pustaka
Sepengetahuan penulis studi tentang tokoh yang secara khusus mengangkat tokoh KH. Abdul ghafir nawawi telah ada namun dalam tema yang berbeda yakni ’’niali-nilai politik dalam pandangan Agama islam menurut KH. Abdul ghafir nawawi (pimpinan wilayah nahdlatul ulama)“ oleh ali rohadi  mahasiswa jurusan politik islam IAIN sultan amai gorontalo 2011.
Meskipun gagasan pluralisme Agama bukanlah menjadi barang baru dalam dunia pemikiran. Namun tetap saja pluralisme menjadi hal menarik untuk dikaji.  Dalam hal ini batasan pluralisme lebih khusus melihat pada konsep gagasan tokoh KH. Abdul ghafir nawawi sebagai tokoh islam dalam masyarakat  sebab beberapa bahasan pluralisme seperti skripsi Usep Firdaus jurusan filsafat Agama UIN Yogyakarta 2006 yang berjudul ‘’pluralisme Agama menurut sayyid hosain nasr’’ dalam bahasan pluralisme lebih menitikberatkan pada konsep filsafat barat yang mana secara ketokohan sayyid hossain nasr merupakan pemikir islam yang berangkat dari konsentrasi filsafat sebagai latar belakang keilmuaanya.
Skripsi mu’ariful mi’roj 2005 ‘’islam pluralisme Agama (perspektif nurcholis madjid)’’ secara umum penelitian dalam skripsi tersebut berangkat dari fenomena-fenomena keAgamaan dalam pengalaman intelektual nurcholis madjid. maka secara epistemologis pluralisme, skripsi tersebut sangat menyentuh bagi kalangan akademisi namun masih belum mendapat tempat bagi khalayak awam.
Salim tomayahu 2010 mahasiswa filsafat agama Iain sutan amai gorontalo dalam skripsi ‘’Pluralitas Agama Dalam Perspektif Filsafat Parenial (Studi Kasus Hubungan Antar Umat Beragama Pada Masyarakat Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo).[11] Secara singkat memberikan gambaran tentang pluraitas sebagai suatu
Dari beberapa tinjauan terdahulu mengenai pluralisme, peneliti mencoba memberikan fokus pluralisme pada penekannya dalam doktrin keAgamaan oleh KH. Abdul ghafir nawawi  yang mana lebih khusus gagasan tersebut akan didekati melalui materi sejarah Agama sebagai bahan ajar madrasah aliyah salafiyah syafiiyah tempat dimana beliau mengajar.

G. Kerangka teori
1.      Pluralisme agama dalam sejarah
teori kesatuan Agama-Agama telah ada sejak zaman klasik.[12]sejarah islam mencatat ketika ibnu arabi seorang sufi yang klasik andalusia dengan latar belakang kondisi social masyarakat Agama (yahudi,Kristen,dan islam) yang cenderung tidak kondusif mencoba memperkuat kembali hubungan itu dengan membuka wacana dialog-dialog Agama melalui wahdatul adyan (kesatuan Agama-Agama) ramalan-ramalan ibnu arabi ini tercatat dalam sejarah ketika islam uuakhirnya harus terusir dari tanah Andalusia oleh bangsa spanyol yang secara Agama memeluk kristen.[13]
Meskipun usaha Al Arabi tampaknya bertentangan dengan ide modernisme Ahmad Khan yang mendukung bangsa Kristen inggris  sebagai ahli kitab dengan usaha meyakinkan bahwa keselamatan kaum muslim bergantung pada kerjasama serta bersahabat dengan inggris yang secara sejarah bukan saja sebagai pendahulu Islam yang diakui sebagai sebuah Agama oleh Al Qur’an tetapi juga sebagai super power yang diakui oleh dunia yang mana padanyalah islam dapat belajar lebih banyak untuk membawa islam kearah yang lebih maju.[14]
Kebutuhan akan pentingnya dialog-dialog Agama menjadi tuntutan dewasa ini[15]. Dialog-dialog Agama telah mengambil tempatnya ditengah-tengah problematika keAgamaan dengan wacana pluralisme, namun masalah besar dari paham pluralisme telah menyulut perdebatan abadi sepanjang masa menyangkut masalah keselamatan.[16]oleh sebabnya Nurcholis Madjid mencoba mencoba memberikan pemahaman bahwa inti dari pluralisme ialah adanya pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban. Bahkan pluralisme adalah juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, ialah dengan mekanisme pengawasan dan pengimbanggan yang dihasilkan.[17]
Disisi lain persepktif parenialisme dalam filsafat parennial[18] juga tak ketinggalan mengambil peran dalam memberikan pemahaman tentang Agama-Agama lain. Parenialisme yang semula sebagai alat untuk melihat keunikan, perbedaan, dan kesamaan dalam semua Agama telah memberikan ruang pada perbincangan wujud Tuhan yang absolut, serta memberikan penjelasan terkait fenomena pluralisme Agama secara kritis dan kontemplatif[19]
2.      Pluralisme agama dalam pandangan islam
3.      Pluralisme agama diindonesia

H.  Metode penelitian
1.      Jenis Penelitian
ini  termasuk jenis penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu data dan bahan kajian yang termasuk digunakan berasal dari sumber kepustakaan baik berupa buku,makalah, jurnal serta beberapa sumber data tulisan dari sumber lain seperti internet. Bentuk penelitian ini adalah deskritif-analitis. Sehingga penulis dapat menggambarkan secara konprehensif  pemikiran gagasan pemikiran KH. Abdul ghafir nawawi mengenai pluralisme Agama menurut tema-tema Agama dalam bahan ajar materi sejarah Agama madrasah aliyah salafiyah syafi’iyah. Serta kemudian melakuan analisa substantif pemikiran KH. Abdul ghofir nawawi dengan membandingkan serta mencari landasan epistemologis terkait gagasan puralisme Agama.
2.      Sumber data
Dalam penelitian ini menggunakan berbagai data baik data dalam bentuk primer maupun sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini secara maksimal. sumber data primer adalah tulisan KH. Abdul ghafir  nawawi dalam materi bahan ajar sejarah Agama pada madrasah aliyah saafiyah syafi’iyah. Sedangkan beberapa materi-materi yang berkaitan dengan tema-tema pluralisme Agama serta mengingat secara ketokohan beliau KH. Abdul Ghafir Nawawi masih bisa dijumpai saat ini oleh sebabnya penulis tidak menafikan wawancara untuk memperoleh data secara obyektif jika saat penelitian dirasa penting, namun kesemuanya pada khususnya diposisikan sebagai data sekunder.
3.      Pendekatan penelitian
Pendekatan dalam metodologi penelitian ini ialah dengan menggunakan filsafat dengan landasan teologis dengan penekanannya terhadap filsafat parenial sebagai landasan epistemologis plurallisme Agama, yakni yang mana filsafat parenial secara kritis membahas makna, substansi dan sumber kebenaran, serta bagaimana kebenarn itu  berproses mengalir melalui Tuhan yang tampil dalam kesadaran akal budi manusia melalui Agama-Agama.

I.     Sistematika pembahasan
Dalam penelitian ini Bab I menguraikan dan menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, manfaat dan kegunaan penelitian, pengertian judul dan definisi operasional, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian, serta sistematika pembahasan.
Bab-bab yang ada dalam uraian ini,pada intinya menjawab pertanyaan metodologis: apa, mengapa, serta bagaimana penelitian ini dilakukan. Selanjutnya pada bab II mengupas latar belakang tokoh KH abdul ghafir nawawi melalui biografi baik dalam kehidupan, lingkungan, maupun pendidikan. Secara khusus langkah tersebut untuk keperluan memotret secara obyektif kehidupan tokoh KH. Abdul ghafir nawawi  Hal ini dimaksudkan sebagai latar belakang bagaiman konsep pemikiran KH. Abdul ghafir nawawi tecipta
Bab II boiografi tokoh. Setelah diketahui kondisi obyektif tokoh, yang nantinya sangat relevan untuk mengkaji pemikirannya, serta menghasilkan penyajian pemikiran tentang pluralisme Agama secara obyektif. Sebab secara umum pemikiran tercipta karena kecenderungan-kecenderungan realitas social dimana tokoh itu berada. Juga setelah bab II memetakan biografi keilmuan melalui gagasan yang tertuang dalam materi sejarah Agama pada khususnya kemudian dilanjutkan pada Bab III.
Bab III pokok-pokok pikiran KH. Abdul ghafir nawawi. Dalam bab ini disajikan beberapa pokok gagasan umum KH. Abdul ghafir nawawi mengenai agama-agama dalam bahan ajar sejarah perbandingan agama.
Bab IV gagasan pluralism Agama KH. Abdul ghafir nawawi. Bahasan ini dikategorikan dalam beberapa bagian terkait tema-tema Agama yang menjadi isu serta tertuang dalam materi sejarah Agama serta analisis tentang gagasan pluralisme Agama yang termuat dalam materi bahan ajar sejarah Agama madrasah aliyah salafiyah syafi’iyah.
Bab V penutup
a.       kesimpulan
b.      saran dari penelitian yang sudah dipaparkan dibeberapa Bab sebelumnya sehingga untuk keperluan penelitian selanjutnya.

J.      Daftar Pustaka
Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag’’Ilmu Perbandingan Agama, Pengenalan Awal Metodologi Studi Agama-Agama Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS’’ (Bandung: CV.Pustaka Setia,2000).
Khalil Abdul Karim ‘’SYARIAH sejarah perkelahian pemaknaan’’ (YOGYAKARTA: LKiS,cet I 2003).
M.Syafi’I Anwar ‘’mengkaji islam dan kebarAgaman dengan kearifan’’ Al wasathiyyah,vol.01.no.2006.
KH abdul ghofir nawawi’’SEJARAH AGAMA untuk Madrasah Aliyah kelas I’’ hal. IV
Tim prima pena Kamus besar bahasa Indonesia (kbbi) (Jakarta: gramedia press, TT) hal. 267
Arfan nusi mengaji pluralisme Agama kepada nurcholis madjid (Yogyakarta: Atap Buku,2015 ).
Anis malik toha trend pluralisme Agama: tinjauan kritis (Depok: perspektif, 2005).Salim tomayahu ‘’pluralitas agama dalam perspektif filsafat parenial (studi kasus hubungan antar umat beragama pada masyarakat kecamatan mananggu kabupaten boalemo)’’ skripsi tahun 2010 gorontalo: iain sultan amai gorontalo
Ibnu arabi seorang filsuf yang menulis teori wahdatul adyan (kesatuan agma-Agama), yaag diangkat dari konsep wahdatul wujud(kesatuan eksitensi). yudian wahyudi ushul fiqih versus hermeneutika  membaca islam dari kanada (Jogjakarta: nawaseace,cet 3.2006)hal. 58
Ahamad khan(1813-1897) seorang pemikir india dengan teori ahlul kitab yang mana konsep tersebut secara umum ditujukan kepada penjajah inggris untuk mengabsahkan kekuasaannya  diindia. Ibid hal.59.
Indonesian Confrensce On Religion And Peace (Icrp) ‘’Perjalanan Menjumpai Tuhan’’ rampai refleksi Agama (Jakarta: PT gramedia pustaka utama, 2015).
Budhy munawar ranchman islam pluralis: wacana kesetaraan kaum beriman (Jakarta: paramadina, 2001).
Alwi shihab islam inklusif menuju sikap terbuka (Bandung: Mizan,1999).
Istilah parenial diduga untuk pertama kali digunakan didunia barat oleh seorang bernama augustinus steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya de parenni philoshopia, yang diterbitkan pada tahun 1540. Untuk kemudian dipopulerkan oleh Leibnitz dalam sepucuk suratnya yang ditulis pada tahun 1715. Lihat Nor Hasan dalam islam dan filsafat perennial telaah atas pemikiran fritjof schoun karsa, vol. x no 2. Oktober 2006.
Komaruddin hidayat dan Wahyuni nafis Agama masa depan: perspektif filsafat parenial (Jakarta: paramadina,1995).




[1] Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag’’Ilmu Perbandingan Agama, Pengenalan Awal Metodologi Studi Agama-Agama Untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS’’ (Bandung: CV.Pustaka Setia,2000) Hal.55
[2] Khalil Abdul Karim ‘’SYARIAH sejarah perkelahian pemaknaan’’ (YOGYAKARTA: LKiS,cet I 2003) hal.10
[3] M.Syafi’I Anwar ‘’mengkaji islam dan kebarAgaman dengan kearifan’’ Al wasathiyyah,vol.01.no.2006.hal.10
[4] Lihat Drs. Adeng Muchtar Ghazali,hal.27
[5] KH abdul ghofir nawawi’’SEJARAH AGAMA untuk Madrasah Aliyah kelas I’’ hal. IV
[6]  Tim prima pena Kamus besar bahasa Indonesia (kbbi) (Jakarta: gramedia press, TT) hal. 267
[8] Arfan nusi mengaji pluralisme Agama kepada nurcholis madjid (Yogyakarta: Atap Buku,2015 ) hal.43
[9] Ibid hal. 47
[10] Anis malik toha trend pluralisme Agama: tinjauan kritis (Depok: perspektif, 2005) hal. 14
[11] Salim tomayahu ‘’pluralitas agama dalam perspektif filsafat parenial (studi kasus hubungan antar umat beragama pada masyarakat kecamatan mananggu kabupaten boalemo)’’ skripsi tahun 2010 gorontalo: iain sultan amai gorontalo
[12] Ibnu arabi seorang filsuf yang menulis teori wahdatul adyan (kesatuan agma-Agama), yaag diangkat dari konsep wahdatul wujud(kesatuan eksitensi). yudian wahyudi ushul fiqih versus hermeneutika  membaca islam dari kanada (Jogjakarta: nawaseace,cet 3.2006)hal. 58
Ahamad khan(1813-1897) seorang pemikir india dengan teori ahlul kitab yang mana konsep tersebut secara umum ditujukan kepada penjajah inggris untuk mengabsahkan kekuasaannya  diindia. Ibid hal.59.
[13] Ibid hal.59
[14] Nurisman DINIKA, vol.12 november 2014 hal.29
[15] .Indonesian Confrensce On Religion And Peace (Icrp) ‘’Perjalanan Menjumpai Tuhan’’ rampai refleksi Agama (Jakarta: PT gramedia pustaka utama, 2015) hal. xxiii
[16] Budhy munawar ranchman islam pluralis: wacana kesetaraan kaum beriman (Jakarta: paramadina, 2001) hal. 90
[17] Alwi shihab islam inklusif menuju sikap terbuka (Bandung: Mizan,1999) hal.39
[18] Istilah parenial diduga untuk pertama kali digunakan didunia barat oleh seorang bernama augustinus steuchus (1497-1548) sebagai judul karyanya de parenni philoshopia, yang diterbitkan pada tahun 1540. Untuk kemudian dipopulerkan oleh Leibnitz dalam sepucuk suratnya yang ditulis pada tahun 1715. Lihat Nor Hasan dalam islam dan filsafat perennial telaah atas pemikiran fritjof schoun karsa, vol. x no 2. Oktober 2006.hal. 944
[19] Komaruddin hidayat dan Wahyuni nafis Agama masa depan: perspektif filsafat parenial (Jakarta: paramadina,1995) hal.2


No comments: