PANDANGAN ORIENALIS PADA PRINADI
NABI MUHAMMAD
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah Matakuliah
Orientalisme dan Oksidentalime)
Di Susun
Oleh:
Kelompok IV
Brojo Hermanto
Pipin Ibrahim
IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
JURUSAN FILSAFAT AGAMA
TAHUN AKADEMIK 2015-2016
PANADANGAN ORIENTALIS PADA PRIBADI
NABI MUHAMMAD
A.
Latar
Belakang
Perusakan
aqidah dan syari’ah (ajaran Islam) merupakan bahaya yang harus diwaspadai. Bila
perusakan itu sudah berhasil, maka kita akan menjadi orang yang
terombang-ambing dalam beragama Islam, bahkan merusak sama sekali. Usaha
perusakan itu sudah lama dilakukan orang, yaitu sejak lahirnya risalah Islam
itu sendiri. Saat ini usaha-usaha seperti itu makin bervariasi, sejalan dengan
perkembangan zaman dan cara berfikir manusia.
Pada
zaman dahulu musuh-musuh nabi Muhammad melontarkan tuduhan terhadap beliau dan
risalahnya menggunakan argumentasi yang berbeda dengan kondisi sekarang. Di
saat itu masih ada nabi yang menjadi sumber utama untuk bertanya. Namun manusia
zaman sekarang tidak mempunyai sumber otentik yang mudah ditanyai. Ia harus
mencari argumentasi sendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk
memberikan keterangan yang dapat diterima orang.
Banyak
ragam tuduhan yang dilontarkan orang-orang memusuhi Islam, antara lain menuduh
Al-Qur’an sebagai karangan Nabi Muhammad. Dalam mengarang Al-Qur’an periode
Madinah, Nabi dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi, dan masih banyak lagi
tuduhan orang-orang yang tak senang terhadap Islam dan Nabi Muhammad.
Kajian
para Orientalis terhadap Nabi Muhammad Saw. terbagi kepada beberapa aspek, ada
yang meneliti karakter dan kepribadian, ide, serta visi misi Nabi Muhammad Saw,
seperti yang telah dilakukan oleh para tokoh Orientalis Fr. Buhll, Henri
Lammens, G. W. Bromfield, dan Richard Bell.
Ada
juga kajian yang meneliti kasus, seperti mengenai ke-ummi-an Nabi Muhammad SAW
yang dilakukan oleh tokoh Orientalis S. M. Zwemer, H. G. Reissner, Isaiah
Goldfeld, Norman Calder, dan Khalil `Athamina BirZeit.
B.
Rumusan
Maslah
1. Apa pengertian orientalis?
2. Kapan kemunculannya orientalisme?
3. Bagaimana pandangan Islam terhadap Nabi
Muhammad SAW?
4. Bagaimana pandangan Barat (orientalis)
terhadap Nabi Muhammad SAW?
C.
Tujuan
Makalah
1. Memahami pengertian orientalis
2. Mengetahui awal kemunculannya orientalis
3. Mengetahui bagaimana pandangan Islam
Terhadap Nabi Muhammad SAW
4. Mengetahui bagaimana pandangan Barat
(orientalis) Terhadap Nabi Muhammad SAW
D.
Pandangan
Orientalis Terhadap Nabi Muhammad SAW
Peter,
pendeta di Maimuma, menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi palsu. Yahya
ad-Dimasyqi atau dikenal juga sebagai John of Damascus (750 M) juga menulis
dalam bahasa Yunani kuno kepada kalangan Kristen Ortodoks bahwa Islam
mengajarkan anti-Kristus. John of Damascus berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw
adalah seorang penipu kepada orang Arab yang bodoh. Dengan liciknya, dia
mengatakan bahwa:
Muhammad
bisa mengawini Khadijah sehingga mendapat kekayaan dan kesenangan. Dengan
cerdasnya, Muhammad menyembunyikan penyakit epilepsinya ketika menerima wahyu
dari Jibril. Muhammad memiliki hobi perang karena nafsu seksnya tidak
tersalurkan.
Senada
dengan John of Damascus, Pastor Bede dari Inggris yang hidup pada tahun 673-735
M berpendapat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah seorang manusia padang pasir yang
liar (a wild man of desert). Bede menggambarkan Nabi Muhammad Saw sebagai
seorang yang kasar, cinta perang dan biadab, buta huruf, status sosial yang
rendah, bodoh tentang dogma Kristen, dan tamak kuasa. Sehingga ia menjadi penguasa
dan mengklaim sebagai seorang Nabi.
Pada
zaman pertengahan Barat, sikap menghina Nabi Muhammad Saw terus berlanjut.
Namun dengan pendekatan yang lebih lunak. Pada saat itu, Nabi Muhammad Saw
disebut sebagai Mahound, atau juga Mahoun, Mahon, Mahomet, dan Machmet, yang
sinonim dengan setan dan berhala di dalam bahasa Prancis dan Jerman. Jadi, Nabi
Muhammad Saw bukan hanya dianggap sebagai seorang Nabi palsu, bahkan lebih dari
itu, Nabi Muhammad Saw merupakan seorang penyembah berhala yang disembah oleh
orang Arab yang bodoh.
Pada
era Renaissance (zaman kelahiran kembali) Barat dan zaman Reformasi Barat, imej
buruk terus berlanjut. Marlowes Tamburlaine menuduh al-Quran sebagai karya
setan. Lebih parah lagi, Martin Luther menganggap Nabi Muhammad Saw sebagai orang
jahat dan mengutuknya sebagai anak setan. Pada zaman pencerahan Barat, Voltaire
menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai fanatik, ekstremis, dan pendusta yang
paling canggih. Biografi Nabi Muhammad Saw beserta al-Qur’an terus menjadi
sasaran.
Klimovich,
yang menulis sebuah artikel diterbitkan pada tahun 1930 dengan berjudul `Did
Muhammad Exist?'. Dalam artikel tersebut, Klimovich menyimpulkan bahwa semua
sumber informasi tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw adalah dibuat-buat. Nabi
Muhammad Saw adalah fiksi yang wajib karena selalu adanya asumsi bahwa setiap
agama harus mepunyai pendiri. Sikap para Orientalis seperti itu tidak bisa
disederhanakan kategorisasinya menjadi Orientalis klasik yang berbeda dengan
Orientalis kontemporer.
Kemudian
gerakan ini dilanjutkan oleh Orientalis kontenporer yang tetap mengusung
gagasan Orientalis klasik sekalipun dengan kadar, level, cara dan strategi yang
berbeda. Intinya sama saja yaitu mengingkari kenabian Nabi Muhammad Saw dan
kebenaran al-Qur’an. Penolakan seperti itu adalah `loci communes' (common
places) dalam pemikiran para Orientalis. Ini bisa dimengerti karena eksistensi
agama mereka tergugat dengan munculnya Islam. Karena hal ini juga, wajar jika
kajian mereka kepada Nabi Muhammad Saw dan al-Quran tidak dibangun dari
keimanan, sebagaimana sikap seorang Muslim.
Para
Orientalis beranggapan bahwa wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW
sebenarnya merupakan sebuah hasil dari pengadopsian dari berbagai tradisi
Yahudi, Kristen, dan Persia. Begitu juga dalam artikel J. Bryan, yang sedikit
menceritakan bagaimana proses Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyunya:
`Mohammad
dalam tahun-tahun awal, memiliki kesamaan dengan para pedagang Mekah, akrab
dengan ajaran adat yang melingkupi berbagai doktrin yang diajarkan oleh tokoh
Ibrani, sebuah bangsa yang baik, dalam bentuk yang tidak jelas dan
membingungkan. Ia telah mempelajari sebagian hal ini dalam kabilah dagangnya
yang ke Suriah, dan dalam beberapa kunjungannya ke pertemuan-pertemuan syair,
nenek moyang Welsh Eisteddfod, yang diadakan secara rutin di Okadh dan
kota-kota lainnya, di mana masalah-masalah keagamaan dibicarakan secara
terbuka. Ia mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas dan dalam dari kaum Hanif,
sebuah lembaga kecil yang beranggotakan para pencari kebenaran, warga Mekah,
dan para pelajar tentang Judaisme dan Kristen yang tekun. Ia karenanya terbina
untuk menolak pemberhalaan dan menerima formula monoteistik yaitu formula La
Ilaaha Illallah… Banyak ayat Mekah di dalam al-Quran ditasbihkan kepada kisah
Nabi, diambil dari sumber-sumber Ibrani'.
Lain
lagi dengan teori prasangka yang dibangun oleh Henri Lammens yang mengatakan
bahwa: `Mohammad memandang dirinya sebagai seorang Nabi suci, ia hanya diutus
untuk menjadi Nabi bangsa arab, tapi para muridnyalah yang menjadikannya
penuntun agung seluruh manusia.
Antara
lain konsekuensi pendekatan historicity yang mereduksi fakta, adalah seperti
yang terjadi pada sirah tentang surat perjanjian pemboikotan atas Nabi Saw oleh
kaum Quraisy yang dimakan rayap dan tersisa hanya tulisan Bismillah. Semaklah
komentar Sprenger berikut:
`Keadaan
ini (surat perjanjian yang dimakan rayap) telah dibesar-besarkan sebagai suatu
nukjizat, tapi bagi mereka yang pernah tinggal di iklim tropis akan
menganggapnya bukan hal yang luar biasa.
Misalnya
lagi komentar Orientalis terhadap karir keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam
misinya menyiarkan syi'ar. Bagi Voltaire dalam karyanya, `essai surles mœurs'
dan `Mahomet', keberhasilannya karena didorong oleh faktor ambisi dan komunitasnya,
dan bukan karena faktor elemen-elemen agama.
Sementara
itu, Washington Irving mengomentari keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw itu
disebabkan oleh mimpi dan monomania. Begitu juga dengan kesimpulan Crawford H.
Toy yang mengatakan:
`Hal
itu dikarenakan gugup oleh kegembiraannya karena dia memiliki
pandangan-pandangan yang tidak bisa dibedakannya dengan kejadian-kejadian
nyata.
Komentar
itu diberikan Toy atas turunnya Surah al-Lahab di mana Nabi Muhammad SAW
berinteraksi dengan salah satu pamannya Abu Lahab. Bagi Toy, Surah al-Lahab
adalah merupakan sebuah ekspresi kebencian yang bersifat pribadi yang
seterusnya menjadi religious hatred. Sedangkan Torrel membangunkan teori
khayalan, dengan menganggap adanya timbal balik antara pengalaman keberagamaan
Nabi Muhammad Saw dengan pernikahannya dengan Siti Khadijah yang lebih tua.
Worrel mengatakan:
`Muhammad
telah mengembangkan bakat puisi dan kenabian pada tahun-tahun akhir
pernikahannya dengan Khadijah, dan kehilangan kedua bakat ini selama tiga belas
tahun dimasa banyak pernikahannya yang lain.
Selain
itu, para orientalis menuding bahwa poligami nabi Muhammad sebagai bukti bahwa
libidonya sangat tinggi. Seandainya beliau seorang nabi, niscaya akan
disibukkan oleh urusan dan tugas kenabiannya dari pada sibuk dengan wanita.
Dengan
alasan inilah, A. L. Tibawy secara khusus menulis dengan sangat terperinci
sebagai ungkapan kritik terhadap sikap para sarjana Orientalis yang apriori,
berprasangka, dan tidak objektif dalam studi Islam ataupun studi sirah Nabi Muhammad
Saw
E.
Kesimpulan
Dari
pemaparan di atas, maka dapatlah diringkaskan bahwa sesungguhnya para
Orientalis akan terus menerus mengomentari dan melontarkan berbagai pandangan
mereka perihal Nabi Muhammad SAW, baik secara konstruktif, lebih jauh lagi
secara destruktif.
Semulia
apapun kedudukan Nabi Muhammad Saw di mata kaum Muslimin dan para penjunjung
yang lain, tetap tidak akan mengubah pandangan para Orientalis terhadap beliau.
Faktor ini bukanlah disebabkan oleh kelemahan Nabi Muhammad Saw sebagai seorang
manusia biasa sekaligus utusan Tuhan Yang Maha Esa yang selalu dimuliakan di
mana-mana, tetapi dikarenakan oleh sikap mereka sendiri yang apriori,
berprasangka, dan tidak objektif terhadap Nabi Muhammad Saw.
Keadaan
ini akan terus berlanjutan sehingga ke akhir hayat dunia ini menemui waktu
penghabisannya. Begitulah nasib para Orientalis dari satu generasi kepada
generasi yang lain, di mana mereka akan terus mewarisi kejahilan dan kegelapan,
serta akan terus meraih kerancuan berfikir dan tenggelam di dalam kesombongan.
DAFTAR PUSTAKA
Badawi, Abdurrahman, Ensklopedi Tokoh
Orientalis, Yokyakarta: LKiS, 2003.
Basir, Muhammad, Pandangan Kaum
Orientalis Terhadap Islam, Yokyakarta: Bentang, 2003.
Jamal, Ahmad Muhammad, Membuka Tabir;
Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, Bandung: CV. Diponogoro, 1991.
Nasir, Malki Ahmad, Orientalis dan Sirah
Nabi Muhammad SAW; Sketsa Awal, Islamia: Kerancuan Orientalis dalam Kajian
Islam, Jakarta: Khairul Bayan, 2006
http://andromedazone.blogspot.com/2009/01/pandangan-orientalis-tentang-muhammad_26.html
http://andromedazone.blogspot.com/2009/01/pandangan-orientalis-tentang-muhammad_26.html
http://hidayatullah-budaya.blogspot.com/2009/03/sepintas-tentang-orientalisme.html

No comments:
Post a Comment